Oleh : Zainal Abidin (Rektor Institut Kemandirian 2005-2011)
Pahlawan? Kamus Umum Bahasa Indonesia karya WJS. Purwadarminta mengartikan kata pahlawan sebagai pejuang yang gagah berani atau yang terkemuka. Diponegoro, Imam Bonjol, Teuku Umar, Jenderal Soedirman, Bung Tomo dan banyak nama lain, bisa jadi masuk dalam kategori ini.
Atas keberanian mereka, negara memberikan anugerah gelar Pahlawan Nasional. Ada beberapa varian gelar pahlawan nasional, antara lain pahlawan pergerakan, pahlawan proklamator atau pahlawan revolusi. Nama-nama yang masuk kategori ini ditetapkan melalui Surat Keputusan dari Pemerintah. Hampir semua pahlawan di atas, adalah pahlawan pergerakan nasional, baik bersenjata maupun diplomasi.
Rasanya, kita perlu adakan simposium untuk merevitalisasi arti pahlawan saat ini. Pahlawan kini bukan saja mereka yang gagah berani di medan perang. Dalam kehidupan sehari-hari, kita juga mengenal idiom pahlawan. Ada gelar pahlawan reformasi bagi mereka yang gugur memperjuangkan reformasi. Gelar pahlawan HAM,diberikan segelintir orang untuk Munir yang meninggal misterius dalam perjalanan ke Belanda. Gelar pahlawan tanpa tanda jasa, diberikan untuk para guru pada semua level pendidikan. Mereka yang berjuang menyelamatkan lingkungan, setiap tahun ada anugerah pahlawan lingkungan dari majalah Time. Untuk skala dalam negeri, ada penghargaan Kalpataru bagi penyelamat lingkungan. Untuk para maling yang menyelamatkan jemuran orang lain, pantas diberi gelar pahlawan kesiangan.
* * * * *
Setidaknya ada tiga kondisi ketika seseorang meninggalkan dunia. Kondisi pertama, ia meninggalkan dunia dalam kondisi lebih buruk akibat sepak-terjangnya, daripada ketika ia dilahirkan. Inilah yang dipilih oleh Hitler, Musolini atau para pahlawan kesiangan. Kondisi kedua, meninggalkan dunia dalam keadaan yang sama, seperti ketika ia dilahirkan, tanpa berbuat apa-apa. Karena ini kondisi biasa-biasa saja, maka hampir tidak ada satupun nama yang tercatat dalam kategori ini. Bisa jadi, nama leluhur kita masuk di sini. Dan jika kita pun tidak melakukan ‘apapun’ bagi dunia, nama kita juga akan masuk kategori yang sama.
Kondisi ketiga adalah meninggalkan dunia dalam kondisi yang lebih baik akibat sepak-terjangnya, daripada ketika ia dilahirkan. Inilah alternatif yang secara sengaja dipilih oleh nabi Muhammad, Mahatma Gandhi, Thomas Alfa Edison, Muhammad Yunus dan beberapa nama lain yang tercatat sebagai pembuat sejarah. Mereka lah pahlawan kemanusiaan. Jasa mereka melintasi sekat-sekat generasi, negara dan agama. Mereka lah pahlawan kelas dunia. Karya mereka diakui, dan terus dipakai. Kata-kata mereka dikutip dan dijadikan pedoman hidup.
Setiap bangsa punya sejarah. Dan sejarah selalu mencatat pahlawan dan bajingan. Di antara keduanya, ada orang-orang biasa, yang hidupnya hanya sekedar numpang lewat. Pertanyaannya, sebagai apa kita ingin meninggalkan dunia?
Sudah dimuat di Majalah KHAlifah edisi November 2009